OKU Timur – Layanan pengadaan barang dan jasa pada Pemkab OKU Timur dilakukan secara elektronik melalui laman http://lpse.okutimurkab.go.id/eproc4 menggunakan metode Pascakualifikasi Satu File dengan menggunakan evaluasi sistem Harga Terendah Sistem Gugur.
Pelaksanaan lelang tender proyek yang dilaksanakan Bagian Layanan Pengadaan Barang Kabupaten OKU Timur diduga terjadi permainan secara sistematis untuk mengkondisikan pemenang lelang yang sudah disepakati.
Modus yang dilakukan berdasarkan temuan auditor negara pada tahun 2022 adalah dengan penyeragaman IP Adress Pengguna pada Sistem LPSE, dan ditemukan sistem yang dikelola UKPBJ tidak mencapture IP Address masing masing pengguna serta terjadi pembelokan jaringan masuk pada pengaturan Firewall Router dan Network Address Translation.
Menariknya, Kepala Sub Bagian LPSE pada sat itu, dalam sesi wawancara dengan auditor negara mengakui memang telah melakukan perubahan tersebut, sehingga akuntabilitas dan transparansi yang merupakan tujuan dari pengadaan barang dan jasa untuk menciptakan good and clean government tidak ada.
Rangkaian tersebut, patut diduga adanya pengkondisian pemenang tender dengan modus fee proyek sebesar 1,5 persen yang terjadi di Layanan LPSE yang disetor rekanan melalui Kelompok Kerja (Pokja).
Selain itu, Pelaksanaan Lelang Tiga Paket Pekerjaan Pada Tahun 2022 Tidak Sesuai Ketentuan Tapi Proyek Tetap Dikerjakan Tanpa Adanya Pembatalan Maupun Sanksi Meskipun Kesalahannya Sangat Fatal, Berikut Rinciannya ;
- Dokumen dalam bentuk RHS yang diupload penyedia yang menjadi syarat evaluasi administrasi yakni NPWP, Lampiran Sub Bidang Kualifikasi, Sertifikat Badan Usaha, Lampiran Bebas Dari Daftar Hitam tidak ada, bahkan ditemukan adanya Surat Penawaran Yang Bukan Ditandatangi dari Bagian Perusahaan, namun penyedia diloloskan dalam tahapan selanjutnya bahkan ditetapkan sebagai pemenang tender.
Hal diatas terjadi pada Paket Rehab/ Pemeliharaan Jalan Martapura (tersebar) Pelelangan Paket Pekerjaan Rehab/Pemeliharaan Jalan Martapura yang dimenangkan oleh CV MTK dengan nilai tawaran sebesar Rp3.335.108.000,00 dengan perbedaan sebesar Rp 64.888.585,91 atau 1,91% dari HPS.
- Paket pekerjaan Rehab/ Pemeliharan Kecamatan Martapura dimenangkan
oleh CV VAA dengan nilai tawaran sebesar Rp4.814.165.000,00 dengan perbedaan sebesar Rp85.826.414,20 atau 1,75% dari HPS.
Pada pelaksanaan proses lelang ditemukan adanya dokumen yang bermasalah yakni, Surat Keterangan Domisili Palsu, Pernyataan Menggunakan Materai dan Tanda Tangan Hasil Scan. Namun menariknya, dalam proses evaluasi administrasi CV VAA tetep diloloskan hingga menjadi pemenang tender.
- Paket pekerjaan Rehab/ Pemeliharan Jalan Poros KTM – Tanjung Kukuh
Kecamatan Semendawai Barat dimenangkan oleh CV JP dengan nilai tawaran sebesar Rp3.840.800.000,00 dengan perbedaan sebesar Rp59.014.288,36 atau 1,51% dari HPS.
Pada pekat proyek ini banyak sekali ditemukan kekurangan dokumen yang diupload penyedia dalam bentuk RHS namun tetap lolos pada pada proses evaluasi administrasi, yakni ; Surat Penawaran, RAB, Analisa Harga Satuan, Dokumen TKDN, Rencana Keselamatan Konstruksi, Dokimem Spesifikasi Teknis, Pernyataan Pekerjaan Yang Disubkontraktorkantersebut Barang Yang Diimpor, Dokumen SKP, Surat Pernyataan Daftar Hitam. Semua Dokumen tersebut tidak ada satupun yang ditandatangani.
Dari hasil konfirmasi auditor negara ke Tim Pokja II saudara EN sebagai Sekretaris Pokja, diketahui EN mengakui tidak menjalankan tugas dan fungsi sebgai Sekteratis Pokja , sedangkan untuk penyeleksian diserahkan kepada Saudara ZO sebagai Ketua Pokja dan Efh.
Setalah dikonfirmasi kepada ZO, tim pemeriksa auditor negara menemukan bahwa sauda ZO mengakui mendapatkan arahan untuk memenangkan pihak tertentu dari OPD terkait, walaupun dari hasil dokumen penawaran diketahui banyak kekurangan atas pemenuhan persyaratan penawaran.
Pengaturan pelelangan atas tiga paket proyek diatas sangat jelas sekali bahkan sudah diakui oleh Pokja II. Lolosnya ketiga paket proyek tersebut diduga kuat adanya permainan “fee proyek” sehingga terjadi adanya dugaan gratifikasi, tindak pidana suap yang dilakukan oleh Penyedia CV MTK, CV VAA, CV JP, LPSE, Tim Pokja dan Dinas PUTR OKU Timur.
Aktivis pergerakan anti korupsi yang juga merupakan Kordinator Jaringan Anti Korupsi Sumatera Selatan, Fadrianto, SH menyebut, pengarahan yg dilakukan oleh oknum pada Pokja tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
“Hal itu sudah termasuk perbuatan penyalahgunaan wewenang dan mengarah pada tindak pidana korupsi, dan kami meminta APH untuk memproses perbuatan tersebut,” katanya, Senin(3/2/2024).
Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk membongkar praktik dugaan suap dan gratifikasi pada pengadaan tiga paket proyek tersebut, dan melakukan pemanggilan kepada Bagian Layanan LPSE, Kontraktor serta OPD terkait. (Ril)