OKU Timur – Malam itu, udara Martapura terasa berat. Di halaman Kejaksaan Negeri OKU Timur, suara tangis dan teriakan bercampur jadi satu ketika dua orang tersangka korupsi dana hibah PMI periode 2018–2023 digiring menuju mobil tahanan.
Salah satunya, AC, berteriak dari balik jeruji besi mobil hijau tua yang sudah menunggu di depan kantor kejaksaan.
“Aku dak makan duit korupsi, aku hidup saro!”
Suara itu memecah hening. Beberapa warga yang menunggu di depan pintu masuk Kantor Kejari spontan menangis, sebagian lainnya meneriakkan dukungan. Tangis semakin kencang saat mobil tahanan meninggalkan halaman Kejari menuju Lapas Kelas II B Martapura.
Budi, seorang kepala dusun yang mengenal dekat AC, berdiri di antara kerumunan. Wajahnya memerah, napasnya berat. Ia tahu betul bagaimana kehidupan AC sehari-hari.
“Makan dia tu juga sama aku. Aku sebagai kadus tahu nian. Rumah kontrakan bae belum dibayar tiga bulan. Setiap hari dia bantu aku mutil jagung, merumput. Hidupnya susah pak,” katanya.
Menurut Budi, tuduhan terhadap AC terasa berat bagi warga sekitar. Mereka mengenalnya sebagai sosok sederhana, bukan pejabat yang punya kekuasaan besar di tubuh PMI.
Namun bagi penegak hukum, kasus ini tidak berhenti pada kesan atau simpati. Kepala Seksi Intelijen Kejari OKU Timur, Aditya C. Tarigan, SH, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti kuat hasil penyidikan.
“Penetapan status tersangka dilakukan Tim Penyidik Kejari OKU Timur setelah menemukan bukti kuat adanya penyalahgunaan dana hibah dari Pemkab OKU Timur,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa malam (14/10/2025).
Berdasarkan hasil audit dari Auditor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana hibah PMI mencapai Rp589.581.436.
Aditya menjelaskan, penahanan terhadap dua tersangka — DD dan AC — dilakukan berdasarkan surat perintah resmi dengan masa tahanan 20 hari, mulai 14 Oktober hingga 2 November 2025.
“Penahanan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Martapura selama 20 hari, terhitung mulai 14 Oktober hingga 2 November 2025,” jelasnya.
“Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan. Karena dikhawatirkan para tersangka dapat melarikan diri, mengulangi perbuatannya, atau menghilangkan barang bukti,” tambahnya.
Saat ditanya soal kemungkinan tersangka baru, Aditya menegaskan pihaknya masih membuka ruang penyelidikan lanjutan.
“Jika dalam persidangan ditemukan fakta baru, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain,” pungkasnya.
Kasus ini memperlihatkan dua wajah dari satu peristiwa hukum: ketegasan negara menindak penyimpangan keuangan publik, dan getirnya manusia yang ditarik ke dalam pusaran dugaan korupsi.
Kalimat “aku dak makan duit korupsi, aku hidup saro” mungkin tak masuk dalam berkas perkara, tapi di telinga warga kampung, kalimat itu terdengar seperti teriakan terakhir untuk dipercaya.